realita hari ini: pedihnya persahabatan


Friendship is a gift of God. Some of us are blessed with good friends. But as it happens, these friendships are taken for granted in some cases and not valued.

(kutipan dari artikel di sini).

Yah, hari ini gue sejumlah kejadian yang pas banget dengan kalimat di atas; bahwa ternyata selama ini gue kurang memperhatikan eratnya persahabatan dengan orang-orang di sekitar gue. Dan ketika gue tersadarkan atas makna persahabatan itu sendiri, ternyata malah pedih yang terasa.

Jadi begini ceritanya;

Udah hampir 2 bulan terakhir ini, pundak kanan gue sakitnya luar biasa. Kaya keseleo, gitu. Anehnya, gue nggak bisa mengingat kapan, apa, dan di mana pangkal permasalahannya. Pokoknya tiba-tiba sakit, aja. Lengan kanan gue jadi nggak bisa diangkat tinggi-tinggi, karena baru digerakin ke atas dikit aja sakitnya bukan main. Lucunya*, sakitnya suka datang dan pergi gitu. Kadang sakiiit.. banget, kadang nggak terlalu terasa.

Tiap malem udah gue gosokin pake salep pereda sakit otot sampe mata gue kiyer-kiyer kena uap panasnya, sakitnya nggak berkurang. Akhirnya gue pergi ke dokter spesialis urat dan syaraf. Eh, pas sampe ruang praktek dokter, tau-tau penyakitnya ngumpet. Sama dokter gue disuruh menggerak-gerakkan lengan ke segala arah, nggak ada rasa sakit sama sekali. Dokternya bingung, akhirnya gue dikasih surat pengantar untuk pemeriksaan MRI (Magnetic Resonance Imagery). Itu lho, yang alatnya canggih kaya di film sci-fi. Image yang dihasilkan alat ini lebih jelas daripada ronsen, bahkan bisa mendiagnosa kimia darah segala lho!

Waktu disuruh periksa MRI sih gue iya-iya aja. Pikir gue, ‘wah seru nih, ngerasain periksa MRI, lumayan buat bahan posting di MP’. Eh ternyata belakangan gue tau bahwa untuk scanning pundak sebelah doang biayanya DUA KOMA TUJUH JETI RUPIAH (duit semua, nggak boleh campur daun).

Memang sih gue dicover asuransi kesehatan dari kantor, tapi mbak-mbak petugas MRI dengan reseknya bilang bahwa kalo mau periksa MRI dengan dicover asuransi maka surat pengantar dokternya harus dilengkapi dengan diagnosa. Gue bilang sama tuh mbak-mbak, “justru dokter saya bingung mau diagnosa apaan, makanya saya disuruh MRI” tapi dia tetep ngeyel. Ya sud, gue batalin MRI dengan niat kapan-kapan mau balik ke dokter untuk minta lengkapin surat pengantarnya.

Waktu berjalan, gue nggak sempet-sempet balik ke dokter lagi dan gue menjalani hari-hari sambil menguji kesabaran menahan sakit yang datang dan pergi. Gue berharap, mungkin kalo didiemin lama-lama ilang sendiri. Eh ternyata enggak. Sementara itu, Eveline sang instruktur fitness mengingatkan bahwa porsi latihan gue jadi nggak seimbang karena gue cuma berlatih cardiovasculer melulu tanpa latihan beban. Padahal boro-boro latihan beban, dipake buka singlet aja lengan gue sakit banget.

Alhamdulillah, pada suatu hari Allah memberikan petunjuk. Tiba-tiba gue teringat pada seorang temen lama, sesama pegawai BPPN dulu, yang jago banget ngurut orang keseleo dan patah tulang. Namanya Sulaiman alias Maman. Setelah tanya-tanya beberapa temen yang lain, akhirnya gue berhasil mendapatkan nomer teleponnya.Gue hubungi si Maman, dan untungnya dia masih inget gue sehingga 2 minggu yang lalu gue mampir ke rumahnya minta diurut. (Cerita lengkap tentang si Maman nanti gue tulis terpisah di review ya, barangkali ada di antara kalian yang butuh bantuan mengatasi problem dengan urat dan tulang).

Sebagai orang yang pada dasarnya nggak suka dengan aktivitas pijat-memijat, sesi pengurutan di rumah Maman terasa bagaikan kamp penyiksaan buat gue. Suakiiiit banget. Lucunya** dia mulai narik dari tempat yang kayanya nggak berhubungan dengan pundak, seperti dari punggung bawah dan siku kanan. Habis diurut-urut, baru lengan gue dipelintir ke atas. KRRKK! Man, sakitnya sampe mata gue berkunang-kunang.

Tapi walaupun tersiksa, ternyata sepulang dari rumah Maman pundak gue terasa lebih baik. Ada peningkatan mobilitas, lah. Kalo dulu baru posisi naik 25% aja udah sakit, sekarang lumayan, lengan bisa gue angkat sampe 50%.

Karena terkesan dengan hasil karya Maman, maka minggu depannya gue datang lagi ke rumahnya. Ditarik-tarik lagi, tapi nggak sesakit yang pertama. Habis itu kondisinya makin baik, bahkan gue mulai berani latihan beban lagi di gym. Tapi ternyata abis latihan beban sakitnya kumat lagi, jadi Selasa malem kemarin gue balik ke Maman.

Maman bilang, memang proses penyembuhannya belum selesai. Justru sekarang inti permasalahannya udah mau keluar ke permukaan, katanya – entah apa maksudnya. Yang jelas sesi pengurutan semalem itu bener-bener puncak dari segala macem rasa sakit yang pernah gue alami selama 33 tahun 7 bulan hidup gue di dunia. Jauuuuuuh…. lebih sakit dari 2 sesi sebelumnya. Bukan cuma ditarik dan diurut, tapi punggung gue juga digerus dengan buku-buku jarinya. Kalo mau ngebayangin rasanya, bayangin rasanya kerokan – tapi koinnya bukan cuma satu melainkan 4 biji, dan bukannya pake koin melainkan tutup botol softdrink, digores tegak lurus dari atas ke bawah dengan kekuatan penuh. Tau sendiri otot itu kan umumnya mengarah ke samping, jadi kalo digiles secara memotong jalur gitu akan terasa sangat sedap*** sekali deh ih.

Pulang dari rumah Maman, otot pundak dan punggung gue terasa lembek seperti buah Mengkudu mateng pohon. Jangankan kesenggol, kena getaran waktu gue jalan aja sakit. Dan kok ya kebetulan TAS GUE RANSEL. Ugh… mantap. Sampe di rumah, Ida shock waktu gue pamerin bekas urutan si Maman. Bentuknya memang rada mengerikan sih, kaya abis digiles roda mobil. Liat aja sendiri kalo nggak percaya:

bekas diurut

Selain punggung, pundak kanan gue juga dipenuhi lingkaran-lingkaran lebam bekas tekanan jari-jemari si Maman.

Pagi ini, gue ngantor seperti biasa walaupun sambil sedikit meringis waktu masang ransel di pundak gue. Dan… terjadilah apa yang gue tulis di bagian awal posting ini, yaitu PEDIHNYA PERSAHABATAN. Atau dengan kata lain, hari ini gue baru menyadari bahwa ternyata temen-temen gue itu sangat gemar untuk saling MENEPUK PUNDAK!!

Pagi-pagi, baru mulai nyalain komputer, dateng seseorang yang mau nitip upload memo di website intranet gue.

“Gung, gue nitip memo nomer sekian-sekian untuk dimasukin ke library ya!”
“OK.”
“Thanks Man!” [sambil nepuk pundak]
“AAAAAOOOWWW…!!!”
“Loh, loh, kenapa?”
“…blablabla…” [menceritakan kronologis pengurutan pundak]
“Oh gitu… wah sorry banget, gue nggak tau.”
“Iya nggak papa.”
“…tapi, tolong ya man, titip memonya.” [sambil berancang-ancang mau nepuk pundak lagi]
“Iya. Awas tangannya, tangannyaaa…!!”
“Oh iya sorry lupa, kebiasaan.”

Siangan dikit..
“Makan siang di mana kita Gung?” [sambil nepuk pundak]
“AAAAAOOOWWW…!!!”
“Loh, loh, kenapa?”
“…blablabla…” [menceritakan kronologis pengurutan pundak]
“Lagi pada ngomongin apa sih kok seru banget?” tanya seorang teman yang lain, sambil memijat pundak.
“$%@!!!! ^^&%!!!!!”

Sorenya, temen gue yang bernama Rudi minta tolong dibuatin logo dan proposal untuk sebuah band yang baru dibentuknya.
“Tolong yah gung, dibuat rada gimana gitu biar nggak malu-maluin waktu ngajuin ke produser rekaman,” katanya
“Iya. Tapi TANGANNYA AWAS JANGAN NYENGGOL PUNDAK GUE!
“Iya, iya…”

Beberapa saat kemudian,
“Nih Rud, proposalnya gue buat begini, oke nggak?”
“WUAH.. GUNG! KEREN PISAN EUY!!” serunya excited
sambil… PLOOOK! menepuk pundak gue sekuat tenaga.

Siapa sih pakar manajemen yang dulu pernah nyeletuk ‘sebuah tepukan di pundak lebih berharga dari uang’? Pingin gue sobek-sobek mulutnya.

*tentunya bukan dalam pengertian ‘lucu’ secara harfiah ya.
**lagi-lagi tidak untuk diartikan secara harfiah.
***apalagi yang ini, sama sekali tidak bermakna harfiah.

Pos Sebelumnya
Tinggalkan komentar

123 Komentar

  1. udintpi said: segitu parahkah gung, sampe mengerikan gitu!

    walaupun ‘hanya’ keseleo tapi rupanya cukup parah dan luas impactnya

    Suka

    Balas
  2. wikan said: udah baikan ya …

    jauh lebih baik deh pokoknya…

    Suka

    Balas
  1. [Herbalife Diary 001] Beginilah cara gue turun 6 kilo dalam 3 minggu « (new) Mbot's HQ

Ada komentar?

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Eksplorasi konten lain dari (new) Mbot's HQ

Langganan sekarang agar bisa terus membaca dan mendapatkan akses ke semua arsip.

Lanjutkan membaca