Pagi ini mampir ke Bubur Mas Adi, yang mangkalndi parkiran Ayam Hayam Wuruk Tebet Barat Dalam Raya, sebelum ke kantor. Gue langsung disambut seorang ibu bawa gembolan plastik berisi bubur sumsum.
“Pak, tolong dibeli Pak, buat biaya operasi Bapak saya, butuh biaya 400 ribu,” kata Ibu itu dengan suara bergetar penuh drama.
Dago Pakar, bada magrib, dengan slow shutter speed
Teknik fotografi slow shutter speed adalah memotret dengan kecepatan buka-tutup diafragma yang relatif lambat. Karena diafragma adalah pintu masuk cahaya menuju sensor/film, maka bila kecepatan buka-tutupnya diperlambat, volume cahaya yang masuk ke sensor/film bisa lebih banyak. Akibatnya obyek yang tadinya kelihatan gelap bisa jadi lebih terang, obyek yang tadinya tersembunyi dalam gelap jadi muncul. Syarat untuk melakukan teknik ini: kamera harus dalam keadaan stabil, bisa dengan bantuan tripod atau ditaruh di landasan yang kokoh, nggak boleh gerak sedikit pun. Kalau shutter speed lambat, lalu kamera goyang sedikiiit, aja, maka gambar akan blur.
Prinsip yang sama berlalu saat kita lagi mengahadapi situasi yang kurang jelas, yang belum bisa kita pahami. Tetap tenang, ambil waktu sedikit lebih lama untuk hening, buka mata (dan pikiran) untuk untuk menangkap dan mengolah semua informasi yang mungkin terlewatkan. Seperti kamera yang membuka diafragmanya lebih lama untuk menghasilkan gambar yang lebih terang, pikiran yang terbuka lebih lama, akan menerima informasi yang oebih banyak. Syaratnya juga sama: saat melakukannya, sikap kita harus tenang, karena kalau dilakukan dalam keadaan labil, akibatnya malah gampang terpengaruh informasi yang salah. Seperti gambar yang lebih terang saat diambil dengan teknik slow shutter speed, keputusan yang diambil dengan pikiran yang terbuka dan tenang, biasanya akan lebih tepat.
Apa teknik yang kalian gunakan untuk mengahadapi masalah sulit? Ceritain di komentar ya!
Semalem lagi scroll2 Twitter dan nemu capture IG story seorang celebgram berinisial RV yang nagih pembayaran sebuah tas dari orang bernama MZ. Tapi kemudian ada capture lain dari RV yang menyatakan MZ sudah bayar tasnya dan kasus dinyatakan selesai.
Eh scroll lagi, nemu capture IG story dari orang bernama CK yang juga merasa belum dibayar oleh MZ. Gue sebagai orang yang jarang mengikuti dunia perartisan bertanya-tanya siapakah CK ini, apakah bintang film, penyanyi atau komedian. Maka gue cek Google, dan ketemulah biodata ringkasnya bahwa dia adalah pemain sinetron bersuamikan orang bernama RA.
Nah nama RA ini rasanya mengingatkan pada sebuah berita yang viral baru-baru ini, tapi lupa apaan. Maka gue googling nama RA dan ketemulah berita bahwa dia baru dituntut pertanggungjawaban dari seorang perempuan bernama WA yang mengaku pernah dihamili oleh RA.
Untuk lebih mendalami kasus, gue beralih ke YouTube dan mencari pemberitaan tentang WA dan RA. Ketmulah sebuah acara wawancara gosip di mana WA membeberkan kedekatannya dengan RA sejak tahun 2012. “Bahkan waktu RA kecelakaan motor tahun 2012, saya yang pertama kali dia telepon,” kata WA.
Lalu muncul cuplikan reportase waktu RA kecelakaan motor tahun 2012, teman-teman artisnya datang menjenguk, dan salah satunya Agnes Monica.
Nah ini bagian serunya.
Tahukah kalian, bareng siapa Agnes datang.menjenguk RA? Yak, dengan Greysia Polii, peraih medali emas Ganda Putri Olimpiade Tokyo 2020! Yay! EN – DO – NE -SYAH!
Lalu apa kesimpulan dari posting ini? Gak ada, cuma ngasih tau aja bahwa perpaduan antara kekepoan atas sebuah perseteruan online, bila digabungkan dengan kurangnya wawasan dunia perartisan, akan berujung pada browsing lintas platform yang nggak ada faedahnya sama sekali. Sekian.
Sebagai kroco kantoran yang masih harus beraktivitas di tengah keramaian, gue tergolong orang yang sangat mau banget sekali divaksin. Waktu program vaksinasi nasional diluncurkan, gue udah harap-harap cemas, kapan giliran gue bisa divaksin. Waktu itu yang diprioritaskan adalah para tenaga kesehatan, pedagang pasar dan driver ojol, OK belum rezeki. Trus beralih ke ASN, baiklah gue sabar menanti. Lalu para guru, lalu pekerja kreatif, lalu lansia… hmmm kroco kantoran swasta kapan ya…
Yang bikin makin penasaran, orang-orang di sekitar gue, yang sebenernya di luar kategori prioritas vaksin itu, pada enteng banget kebagian vaksin. Ada yang gara-gara ipar sepupunya nakes jadi bisa ikutan, ada yang nekad masuk rombongan UKM padahal nggak punya bisnis UKM, ada yang duluuuu banget pernah ngajar tapi sekarang udah enggak lagi dan sukses dapet jatah vaksin guru. Tapi ya sudahlah, gue mencoba sabar aja nunggu jalur resmi vaksin dibuka untuk umum.
Angin segar gue dapatkan akhir Mei, denger-denger beberapa lokasi udah menerima vaksinasi untuk umum usia 18 tahun ke atas. Bahkan ada salah satu temen yang mengirimkan info, suaminya sukses divaksinasi di sebuah rumah sakit di Jakarta Timur, padahal umurnya belum 50, bukan ASN, pekerja kreatif, atau guru. Maka tanggal 3 Juni, pagi-pagi gue dan Ida meluncur ke rumah sakit itu dengan harapan bisa ikutan divaksin.
Harapan membumbung tinggi saat kami ngelihat area rumah sakit itu sepi dan santai banget, nggak ada tanda-tanda kerumunan atau antrian. Beberapa poster besar mengarahkan kami ke lokasi vaksin, dan… wah, lowong banget, paling cuma ada 1 atau 2 orang lagi antri giliran.
Seorang petugas menghampiri.
“Mas, kami mau ikutan vaksin, bisa ya?” kata Ida.
“Atas nama siapa?” kata petugas itu sambil siap-siap buka selembar kertas berisi daftar nama.
“Kami belum daftar, katanya bisa langsung dateng aja.”
“Boleh lihat KTP-nya?”
Ida menyerahkan KTP.
“Oooh… warga JakSel ya? Di sini vaksinasi umumnya hanya untuk warga JakTim,” kata petugas itu, “Kalau yang JakSel, coba ke RS anu,” katanya sambil menyebutkan sebuah nama rumah sakit besar di Jakarta Selatan, “Di sana bisa vaksinasi untuk umum, asal KTP-nya JakSel.”
Ya sud kami langsung balik kanan dan mumpung udah di jalan, langsung menuju RS yang disebutkan petugas. Belakangan baru kami tau, bahwa suami temen yang beberapa hari lalu berhasil dapet vaksin di RS di Jaktim itu, KTPnya JakUt! Aneh kan.
Di RS yang disebut petugas tadi, suasananya juga sama: sepi. Bahkan nggak ada yang antri sama sekali.
“Dari mana ini?” tanya petugas.
“Kami dari Tebet, mau vaksinasi di sini, bisa?”
“Oh yang di sini khusus untuk lansia dan keluarga nakes,” kata petugasnya
Ini gimana sih.
Lalu petugasnya bilang, “Kami di sini juga nggak tiap hari bisa vaksinasi, karena 1 kemasan vaksin itu isi 10 dosis, jadi vaksinasi hanya kami lakukan kalau yang antri minimal 10 orang. Kalau sampai sore yang antri kurang dari 10, kami suruh pulang lagi karena kemasan vaksin yang sudah dibuka harus langsung habis dipakai.”
Di sini gue mulai gagal paham: logikanya kan stok vaksin itu harus segera didistribusikan ke sebanyak mungkin orang biar segera tercapai herd immunity ya. Golongan tertentu dibuat sebagai prioritas karena dianggap rentan, tapi kalau golongan tersebut nggak dateng di tempat vaksin, trus vaksinnya nganggur aja di kulkas, gitu? Trus kalau target utamanya para lansia, dan mereka kesulitan hadir di lokasi vaksinasi karena nggak ada yang nganter dan gak bisa pergi sendiri, lantas mau sampe kapan mereka nunggu? Hih, gemas.
Sebagai penghibur, petugas di RS yang JakSel ini menyarankan agar kami nanya ke Puskesmas deket rumah. Kami ke Puskesmas, dan jawabannya sama, vaksinasi hanya untuk lansia. Lansianya nggak ada yang datang untuk vaksinasi? Nggak papa, kami tunggu aja sampe kiamat sambil nangkepin laler. Jadi dalam sehari, kami ditolak 3x untuk vaksin.
Dua hari lalu, di chat group kantor beredar kabar gembira: vaksinasi umum untuk pegawai bank, yaaay!
Tentu aja gue langsung mendaftarkan diri, dapet urutan pertama, dan dapet konfirmasi dari pihak HRD bahwa nama gue udah masuk. Dapet Whatsapp juga dengan instruksi untuk bawa hasil swab antigen terakhir dan fotokopi KTP. Siap!
Hari ini, sesuai instruksi, gue dateng pagi-pagi jam 7 di lokasi vaksinasi, di lapangan tennis indoor Senayan. Hasil swab antigen ada, fotokopi KTP juga ada. Gue siapin 3 biji malah, kali-kali kalo dikasih satu kurang.
Di pintu masuk pemeriksaan ada beberapa petugas, dan pertanyaan pertama mereka bikin gue bengong, “Selamat pagi, silakan tunjukkan KTP dan SMS undangan.”
SMS undangan apaan?
Kata petugasnya, “semua peserta vaksin harus menunjukkan SMS undangan dari pihak penyelenggara.”
Gue ubek-ubek folder SMS, sampe folder spam, junk e-mail, sampe folder android system, kagak ada SMS apa pun yang berisi undangan vaksinasi. Lha kemarin cuma disuruh bawa hasil swab antigen sama fotokopi KTP kan. SMS-nya dituker sama fotokopi KTP 2 biji bisa nggak ya Pak? Nggak bisa ya? Gue coba kontak PIC dari HRD kantor, nggak angkat-angkat telepon.
Akhirnya, untuk keempat kalinya gue gagal maning vaksinasi dan balik ke kantor. Pas sampe di kantor baru bisa nyambung sama pihak HRD dan katanya “Proses pengiriman SMS dari pihak penyelenggara memang terkendala, jadi nggak semua peserta terdaftar nerima SMS. Tapi kalau mau, bisa datang lagi ke lapangan tennis indoor Senayan nanti siang jam 14.00”
Trus gue harus ketipu untuk kelima kalinya, gitu? Ogah.
Sekitar jam 9 kurang 1/4, gue menceritakan kronologis kegagalan vaksin gue yang keempat kalinya ini di chat group kantor, waktu salah satu temen ngasih info, “Di mall sebelah kantor KATANYA ada vaksinasi untuk umum lho.”
Status infonya masih KATANYA, sementara info yang dari tangan pertama dulu aja gagal, tapi berhubung deket dan penasaran, gue coba aja samperin mall sebelah kantor.
Di lokasi vaksinasi, seperti biasa gue disambut petugas dengan pertanyaan, “Dari mana Pak?”
Untuk sebuah program vaksinasi umum, ini sebenernya sebuah pertanyaan aneh. Kalau ini vaksinasi umum, harusnya nggak ada bedanya gue dari Tebet atau dari Tanjung Priok, kan? Apakah harus gue jawab “Dari mata turun ke hati?”
Gue sebut nama perusahaan tempat gue mengais recehan.
“Oh silakan Pak!” kata petugas ramah.
Gue langsung curiga. Di Jakarta, kalo ada orang terlalu ramah, lu harus curiga, karena biasanya berujung lu harus bayar sesuatu.
Gue diarahkan untuk ambil formulir, lalu ke tempat antrian nunggu sambil ngisi formulir. Pas lagi tengah-tengah ngisi formulir, petugas yang ramah tadi dateng. Nah, kan… ada apa lagi nih.
“Maaf Pak, nama bapak adalah bapak X bukan ya?” Bapak X yang dia sebut itu direktur di perusahaan gue.
“Bukan.”
“Oh maaf sekali Pak, jadi tadi saya kira, Bapak adalah Bapak X…”
Nah bener kan, pantesan dia ramah amat.
“Lalu?” tanya gue sedingin es dongdong.
“Jadi begini Pak, saya sudah siapin jatah vaksin ini untuk Bapak X…”
“Intinya ini vaksin untuk umum atau bukan sih?” tanya gue dengan nada mulai kesal, mengantisipasi kegagalan vaksinasi kelima.
Petugasnya nampak ragu-ragu, mungkin ngeri gue tiba-tiba nari hula-hula di lokasi vaksinasi, lantas bilang, “Ya udah Pak, nggak papa, silakan lanjutkan isi formulirnya.”
Fiuh… akhirnya… gue bisa antri dengan tenang, dicek tekanan darah dulu, dan…
Upayakan ada kemiripan nama/wajah dengan anggota dewan direksi
Hindari lokasi vaksinasi yang “tinggal dateng aja”, lebih baik cari yang pake pendaftaran online dulu (walaupun ini juga nggak menjamin – re: SMS konfirmasi nggak masuk)
Secara resmi sebenernya gue nggak pernah melihara kucing, tapi selalu ada aja kucing yang mampir di teras dan akhirnya memutuskan untuk ngekos (tentunya secara gratis). Setiap kali kucing yang ngekos di teras ngilang, nggak lama kemudian pasti muncul kucing penggantinya. Gue curiga ada sejenis yayasan di kalangan para kucing yang mengatur rotasi domisili para anggotanya. Mungkin secara berkala memang mereka perlu untuk ganti lokasi rumah, biar nggak bosen, gitu.
Salah satu kucing yang ngekos di teras gue kasih nama Si Odob, karena… yah, untuk ukuran kucing dia nampak bodo(h) banget. Pertama, dia nampak sangat mudah teralih perhatiannya. Kalo gue abis menuangkan makanan ke mangkoknya, dia buru-buru nyamperin. Tapi saat dia denger gue ngasih makan kucing lain, dia langsung berhenti makan, makanannya dia tinggal, dan buru-buru nyamperin mangkok yang barusan gue isi. Nanti kalo gue isi mangkok berikutnya lagi, dia begitu lagi. Dia ini short term memory loss kayak Dory apa gimana sih, bingung gue.
Acara pagi ini adalah jalan pagi bersama istri menuju tukang bubur langganan di Menteng.
Tapi sayang, tukang buburnya belum jualan. Akhirnya ganti arah ngeluyur ke Jalan Sabang dan berakhir sarapan Hokben.
Kelar makan, tiba-tiba istri mengajukan ide, “Kamu belum pernah nyoba Kopi Tak Kie ya?”
“Belum. Mau, ke sana sekarang?”
“Mau”
Maka kami pesen Gocar, dan meluncur ke sana. Mendekati lokasi, gue mulai merasakan sensasi kurang nyaman. Gue kenal daerah Glodok ini, dulu di era 80an-90an tempat favorit Ibu untuk belanja peralatan dapur.
Dengan sangat telatnya, gue baru mulai nonton serial The Walking Dead 3 minggu lalu, padahal seri perdananya udah tayang sejak 2011. Masalahnya dulu pas mau nonton udah ketinggalan beberapa season, sementara kalo nonton season yang udah lewat cuma bisa dari DVD bajakan yang suka mogok di saat-saat genting itu. Nah sekarang kan udah ada Disney Hotstar, tersedia TWD season 1-6 dengan kualitas gambar terjamin dan bebas ngadat (walau masih belum terlalu menyelesaikan masalah kalo nanti gue mau nonton season 7-11).
Ngelihat gue tiap hari nonton TWD, seperti biasa istri mulai penasaran dan ikut-ikutan nonton. Seperti biasa juga, dia nonton penuh penghayatan dan keterlibatan, semua tokoh film itu kenyang dikasih pengarahan oleh ybs, seperti:
“Awasss… jangan ke sana ada zombieeee!”
“Aduh cepetan dong, keburu bangun zombie-nya!”
“Pukul kepalanya, pukul, pukul!”
Nampaknya kehidupan di dunia penuh zombie begitu merasuk dalam pikirannya, sehingga di sela-sela episode mulai muncul pertanyaan-pertanyaan spekulatif seperti:
Semalem gue iseng ngitungin, selama hampir 17 tahun ngeblog, berapa sih posting blog yang udah gue buat?
Total sejak Agustus 2004, ternyata gue udah nulis sekitar 1.000 posting. Kalo dirata-rata selama 17 tahun, maka per tahunnya gue udah nulis sekitar 58 posting, atau lebih dari sekali seminggu.
Lumayan?
Ntar dulu.
Dari jumlah itu, gue cuma sangat produktif di tahun-tahun awal ngeblog, antara 2004 sampe 2007 dengan puncaknya di tahun 2006 gue nulis 147 posting dalam setahun. Artinya gue nyaris nulis 3 posting per minggu! Tapi data beberapa tahun belakangan sangat mengenaskan.
Sejak tahun 2014 gue nulis nggak sampe 20 posting per tahun. Agak lumayan tahun 2017, 18 posting. Memang tahun 2015 gue bikin blog baru yang akan gue pake khusus untuk ngebahas segala jenis tontonan, namanya Nonton Deh! Tapi sampe sekarang blog itu juga baru berisi 27 posting. Paling parah tahun 2020 kemarin, setahun gue cuma nulis 5 posting di blog ini, plus 3 posting di Nonton Deh. Total cuma 8! Film Star Wars aja sampe 9 jilid, masa gue timbang cuma nulis doang, ngaku diri blogger, setahun cuma sanggup bikin 8?
Memang, kualitas sebuah blog nggak dinilai dari berapa banyak tulisan yang ada di dalamnya, tapi gue sendiri yang suka menyebut diri sebagai blogger malu hati juga kalo cuma sanggup bikin 8 posting setahun.
Maka hari ini, mumpung gue baru meluncurkan 1 blog baru lagi khusus untuk ngebahas asuransi, gue mencanangkan target sebelum 31 Desember 2021 jam 23.59 udah posting minimum 100 tulisan yang tersebar di ketiga blog gue. Posting ini akan gue pin di halaman depan blog dan akan gue update berkala setiap kali gue abis bikin posting baru. Punya request tema posting yang ingin kalian baca? Silakan tulis di kolom komentar ya!
Cakar Monyet – Mbot’s HQ tentang merelakan sesuatu yang udah pergi dan nggak akan mungkin kembali seutuhnya
Antara Asuransi dan Tutup Tumbler – Proteksi Terbaik tentang realita bahwa risiko, sekalipun nggak pernah kita inginkan terjadi, bisa menimpa kapan aja
Dalam kurun waktu seminggu terakhir, 2 kejadian melintas di sekitar gue.
Kejadian pertama berskala nasional, tentang dua anak muda yang konon putus hubungan secara nggak baik, dan bikin kata ‘ghosting‘ jadi trending topic di Twitter. Kenapa pake konon, karena kita belum (dan mungkin nggak perlu, karena bukan urusan kita) denger cerita lengkap dari kedua belah pihak, jadi apakah beneran terjadi ghosting atau enggak biarin aja hanya mereka yang tau.
Kejadian kedua terjadi dalam lingkup lebih kecil, tentang seorang kenalan yang lagi mencoba memperkarakan perusahaan tempat kerjanya karena, menurut dia, udah merampas hak kerjanya secara tidak sah.
Kedua kejadian ini mengingatkan gue pada sebuah cerita pendek yang judul aslinya “The Monkey’s Paw”, karya W.W. Jacobs yang terbit tahun 1902. Gue baca terjemahannya dalam bentuk sisipan majalah Femina dengan judul “Cakar Monyet”, lupa tahun berapa, yang jelas berhasil bikin gue susah tidur beberapa hari sesudahnya.
Sebagai orang yang udah lama (banget) jadi pegawai kantoran, mungkin inilah saran terbaik yang bisa gue tawarkan kepada kalian, sesama pegawai kantoran, khususnya yang baru mulai ngantor: bergabunglah menjadi mitra perusahaan penjualan langsung berjenjang, seperti MLM, atau asuransi. Biar nggak pegel ngetiknya gue ringkas jadi PPLB yak.
Alasan utamanya, tentu aja karena kalian perlu tabungan banyak untuk persiapan pensiun. Sekitar 90% pekerja kantoran nggak siap secara finansial untuk pensiun, dan sebenernya hal ini bisa diatasi kalau sejak awal punya sumber pendapatan tambahan selain gaji dari kantor.
Tapi kenapa gue spesifik menyarankan jadi mitra PPLB? Apa bedanya dengan merintis bisnis sendiri?
Akhir Februari, gue ada kerjaan hari Minggu di Solo. Berhubung cuma perlu beberapa jam doang di Solo, gue memutuskan untuk nggak nginep. Berangkat naik kereta Sabtu malam, sampe Solo Minggu pagi, kerjaan akan beres sekitar jam 14.00. Karena Seninnya masih harus ngantor, maka untuk pulang mau nggak mau harus naik pesawat. Di sinilah timbul ‘sedikit’ masalah.
Buat kalian yang udah baca blog ini sejak awal pasti tau bahwa gue punya 6 keponakan. Dulu sering gue cetitain keajaiban ulah mereka masing-masing, kalo mau baca -baca lagi silakan klik tag keponakan.
Lima belas tahun telah berlalu sejak posting pertama di blog ini terbit, anak-anak gila itu sekarang udah dewasa, dan udah pada ngantor, termasuk Dian (cowok, nama lengkapnya Rahadian).
Dua hari lalu rame di Twitter tentang celeb online yang minta sebuah biro wisata untuk mengongkosi dia dan rombongannya (20 orang) jalan2 ke US. Berikut hitungan gue apakah permintaan itu masuk akal secara bisnis atau enggak.
Gue pake hitungan konservatif aja ya, biaya ke US, kalau lagi low season, 2 minggu, dengan sharing kamar hotel 1 kamar berdua, maka minimum per orang akan perlu ongkos 50 juta. Ini belum termasuk makan siang dan malam serta transportasi selama di US ya.
Dengan jumlah rombongan 20 orang, maka biro wisata yang sedianya akan mengongkosi dia harus mengeluarkan duit minimum 1 miliar. Apakah jumlah ini gede?
Di review ini gue mau berbagi kesan-kesan setelah nonton, jadi akan ada beberapa spoiler yang mungkin merusak pengalaman kalian nonton. Lebih baik baca review ini setelah nonton filmnya aja ya. SPOILER ALERTMungkin inilah risikonya bikin trailer terlalu keren. Harapan gue waktu nonton trailer Army of the Dead: bakalan "Ocean 11" ketemu "The Wa […]
Salah satu kehilangan yang paling terasa gara-gara pandemi adalah acara nonton bioskop. Kalo dulu bisa bebas nonton minimal 2 minggu sekali, sekarang setahun nggak ke bioskop sama sekali. Eh pernah ding sekali mampir, cuma beli pop corn doang, obat kangen. Biarpun sekarang supply film baru di TV nggak pernah kurang berkat Disney Hotstar, Netfflix, HBO Go da […]
Dalam rangka menyambut musim ke-11, musim terakhir The Walking Dead (TWD) yang akan tayang bulan Agustus nanti, serial ini jadi tontonan wajib gue selama hampir 2 bulan terakhir. Sebenernya gue udah tertarik sama TWD sejak pertama kali tayang 11 tahun lalu, tapi karena kelewat nggak nonton beberapa episode awalnya, jadi bingung sama jalan ceritanya. Untung s […]
Sejak meluncurkan "Toy Story" tahun 1995, citra Pixar di kepala gue adalah sebuah studio yang mampu bikin film dengan perspektif unik. Ya Toy Story itu contohnya, kok ya kepikiran bikin film tentang "kehidupan rahasia" sekumpulan mainan. Film-film mereka lainnya seperti Monsters, Inc (energi jeritan bocah sebagai sumber tenaga listrik, wo […]
Kalo kalian suka film yang awalnya nampak biasa-biasa aja, seolah bersenandung "la... la... la...", matahari bersinar, angin berhembus sepoi-sepoi, kupu-kupu beterbangan, tapi lama kelamaan makin gelap, tegang, mencekam, hujan geledek, pintu berderit, bayangan gelap melintas, kaca pecah berhamburan, dan dalam proses tersebut kalian terus dibikin be […]
Buat penggemar film rom-com, gue sangat merekomendasikan film ini. Lagi ada di Fox Movies, malam ini jam 23.50, besok (5 Mei 2020) jam 22.05, dan Kamis (7 Mei 2020) jam 16.00.Film tahun 2019 ini menceritakan kehidupan Fred (Seth Rogen), jurnalis kere super idealis yang di sebuah pesta nggak sengaja ketemu Charlotte Field (Charlize Theron), mantan baby sitter […]
Buat yang belum tau, "A Quiet Place" menceritakan kehidupan sebuah keluarga dengan 3 anak yang hidupnya sama sekali nggak boleh berisik, karena kalo bersuara dikit aja bisa diserang oleh 'sesuatu' (no spoiler ahead).Tentunya ini sedikit menimbulkan pertanyaan bagi gue, lantas gimana kalo mereka eek. Mungkin suara ngedennya bisa diredam, s […]
Soal keputusan untuk nonton atau nggak nonton sebuah film kadang cukup pelik. Di satu sisi, inginnya nonton semua film yang rilis. Di sisi lain, tiket bioskop deket rumah sekarang udah mencapai 60 ribu (harga weekend). Belum termasuk pop corn yang ukuran mediumnya 50 ribu dan air putih di botol 330 ml seharga 10 ribu*. Artinya: filmnya harus beneran dipilih […]
Semua berawal gara-gara Netflix.Di suatu hari yang selo, nyalain Netflix tanpa tau mau nonton apa, tiba-tiba trailer film ini muncul.Ida langsung tertarik. "Nonton ini aja, suami. Istri seneng nonton film yang gini-gini," katanya, tanpa keterangan yang lebih operasional mengenai batasan film yang masuk dalam kategori 'gini-gini'.Ternyata […]
Biasanya film kan dikemas sedemikian rupa biar penonton bersimpati pada tokoh utamanya, ya. Biar kalo tokoh utamanya dalam posisi terancam, penonton deg-degan, berdoa biar selamat sampai akhir film. Khusus untuk film ini, gue sih terus terang doain Peter Rabbit-nya cepetan mati. Digambarkan dalam film ini Peter Rabbit adalah kelinci yang sotoy, sangat iseng […]
Tahun 2013 aku ingat baca berita tentang bisnis jabon yg marak banget ditawarkan. Jabon, Jati Kebon. Jadi ini adalah bisnis pohon jati, dimana kita bisa beli pohon jati satuan atau dalam bentuk paket dari yg harga puluhan juta sampai ratusan juta. Di bisnis jabon ini dijanjikan keuntungan dalam 5 tahun saat pohon jabonnya 'panen'. Masalahnya, bisni […]
Sampai 4 polisi yang ngerubung.Ceritanya panjang nih..Siapin cemilan dulu aja kalau perlu..Ahahahaha..Aku ceritain ya pengalaman 'seru' berurusan dengan polisi pas di La spezia, Italia.Kapal cruise Royal Carribean yang membawa rombongan Oriflame di Gold Conference 2014 bersandar di La Spezia jam 7 pagi. Dengan riang gembira kami berombongan turun k […]
The Power Of Branding----------Dari jaman baheula banget kayaknya aku sudah liat abang roti dan gerobaknya ini mangkal di dekat pasar pspt, dekat rumahku di tebet.Setiap hari mangkal.Mau panas mau hujan, mau hari biasa mau hari libur, dia mah ada aja di sudut jalan itu.Aku yg sering lewat situ gak pernah beli.Tapi otakku merekam. Bahwa ada tukang roti di su […]
Udah sejak pulang dari Diamond Conference Oriflame di Tokyo, April 2018 lalu, aku mau cerita tentang ini, tapi kok ya lupa melulu. Nah, hari ini lagi beresin folder foto, ketemu foto2 pas di Tokyo, jadi inget mau cerita soal toko bento yang satu ini.Jadi, sebelum berangkat ke negara tujuan conference, aku biasanya browsing apa kira2 yg menarik dari kota yg d […]
Saat pertama kali join oriflame, yg jadi tujuan utama saya bukan dapatin hadiah perintilan kecil seperti hadiah Welcome Program, Business Class atau promo belanja lainnya.Tujuan utama saya adalah pengen punya penghasilan tambahan supaya bisa lebih leluasa membahagiakan orang tua.Abah dan mama saya mimpi naik haji dari duluuuuu sekaliiii..Abah pegawai negeri […]
Setiap tahunnya, oriflame cabang mengumumkan siapa-siapa saja leader yang menduduki posisi Top 50.Yaitu 50 Leader terbaik tahun tersebut dari ratusan ribu konsultan oriflame yang terdaftar di cabang tersebut.Aku terdaftar di cabang Oriflame Jakarta.Alhamdulillah, bulan Maret lalu tepatnya tanggal 30 Maret 2020, diumumkan bahwa aku mewakili Beauty Community-k […]
Tahun 2020 ini mungkin jadi tahun di mana harapan banyak orang terkabul, sekaligus tahun yang paling dibenci orang. Lho harapannya terkabul kok malah benci, sih?Lha iya kan, selama ini kalau lagi terjebak kemacetan, banyak orang berharap, kapan ya... jalanan nggak macet lagi. Sekarang terkabul: jalan raya super lancar! Buat yang lagi males ngantor/sekolah, m […]
Jadi, 2 hari lalu aku berkesempatan melihat presentasi 14 startup baru dari sebuah perusahaan startup generator program, yang sedang melakukan presentasi di depan para calon investor di singapore. Kalau yg mungkin belum terlalu paham, STARTUP itu kalau simplenya adalah perusahaan yg baru dirintis yg biasanya didirikan karena melihat adanya sebuah kebutuhan p […]
Setelah sore ini galau mau pakai shower gel baru dari seri Feel Good-nya Oriflame yg mana, akhirnya aku memutuskan cobain yang LOVED UP. Kemasannya bentuk tube jadi akan memudahkan banget kalau isinya tinggal sedikit. Gak perlu dibalik botolnya. Atau diisi air lalu dikocok2.. Hahahaha.. Isinya 200ml. Menurutku cukup banyak untuk ukuran shower gel, cukup untu […]
Pernah dengar istilah Sandwich Generation atau Generasi Sandwich? 🥪🥪🥪🥪🥪 Ini adalah istilah yang dipopulerkan oleh seorang Profesor dari Universitas Kentucky, USA, Dorothy Miller, di dalam sebuah jurnal pekerja sosial yang diterbitkannya tahun 1981. Generasi Sandwich ini adalah generasi yang terhimpit secara finansial untuk mencukupi kebutuhan finansial […]
Anda harus log masuk untuk menerbitkan komentar.