Memang bener, kita nggak bisa menilai sesuatu cuma dari kemasannya doang. Tapi juga nggak bisa dipungkiri, benda yang sama bisa nampak lebih menarik, bahkan punya harga jual yang jauh lebih tinggi, karena kemasan yang beda. Contoh kasus: ketoprak; isinya toge-toge juga, tahu-tahu juga, bihun-bihun juga, tapi di pinggir jalan cuma 4 ribu, begitu dikemas di Spice Garden bisa jadi 14 ribu.
Gue akan skip beberapa faktor yang udah sering dibahas di tips2 lainnya seperti jangan telat dan pake baju yang rapi. Itu mah emang udah harus, dan mendasar banget. Di sini akan gue share beberapa hal yang sebaiknya jangan lo lakuin waktu lagi di-interview, yaitu:
1. Jangan ngomong mulu
Ngomong tanpa henti malah makin menunjukkan bahwa elo grogi, dan cepat atau lambat lo akan ngomongin hal2 yang akhirnya menjebak diri lo sendiri.
“Anda sekarang sudah bekerja, kenapa tertarik untuk melamar ke perusahaan ini?”
“Karena begini nih pak, dulu kan saya masuk sana tahun sekian, waktu itu perusahaannya masih kecil tuh pak, saya waktu itu diinterview langsung sama Pak Anu, bossnya. Kenal pak? Enggak ya? Ya udah, terus saya langsung diterima, blablabla… blablabla… blabla… sampe akhirnya saya pikir, ‘bosen ah kerja di belakang meja mulu…[GOTCHA!]“
“Jadi Anda mudah bosan dengan pekerjaan di belakang meja? Pekerjaan yang Anda lamar sekarang ini juga di belakang meja terus, lho…”
Nah, abis itu dia bingung sendiri deh ngejelasinnya.
2. Jangan belagu
Di buku2 panduan interview memang sering disarankan agar kita tampil percaya diri saat interview. Sayangnya, banyak orang yang masih sulit membedakan antara PD dan belagu. Contoh kasus: Gue dan Landy mewawancara seorang kandidat. Di akhir wawancara, kami menjelaskan secara lebih detil pekerjaan yang akan menjadi tanggung jawabnya, ditutup dengan pertanyaan, “…jadi bagaimana, apakah anda tertarik dengan pekerjaan ini?”
Merespon pertanyaan kami, sang kandidat tersenyum angkuh, lantas mengembangkan kedua tangan sambil berkata, “Yah.. itu sih tergantung ya, tergantung berapa penawaran dari perusahaan ini… hahaha…” habis ngomong gitu, mungkin untuk menambah efek dramatis, dia nyender. Rupanya, kursi yang dia pake udah rada dol pernya, sehingga sandarannya jadi agak condong ke belakang saat menerima beban tubuhnya. Nggak sampe jatuh sih, cuma doyong doang, tapi rupanya dia jadi kaget setengah mati dan… latah. “Eee.. eeh… COPOT-COPOT..!!”
Perlu dicatat dua kondisi yang menyertai kejadian:
a. bahwa kandidat tersebut berjenis kelamin laki-laki, dan sudah tergolong mas-mas, sehingga sangat tidak pantes banget latah e-copot-e-copot.
b. bahwa salah satu gigi depan dalam keadaan ompong, sehingga kondisi butir a. di atas makin nggak pantes lagi.
Maka pesan moralnya, bedakan antara PD dan belagu, dan orang2 belagu punya probabilita lebih besar untuk apes dan menderita tengsin.
3. Jangan galak
Di mana2 juga orang dateng ke interview biasanya siap untuk ditanya-tanyain, eh gue pernah lho ketemu kandidat yang menjawab pertanyaan gue dengan “…itu kan udah saya tulis di CV! Baca aja tuh di situ!”
4. Jangan terburu-buru
Dalam hal apapun, baik ngisi formulir, menjawab pertanyaan, duduk, ambil minum, buka pintu… pokoknya apapun, jangan lakukan dengan buru-buru. Santai aja, tenang, tarik nafas. Kadang perlu buat ngomong sendiri dalam hati “ayo, tarik nafas, tenang…” agar nggak mengalami kejadian berikut ini:
Gue mewawancarai seorang kandidat yang pernah kerja di pabrik produsen 2 merek shampoo. Gue tanya, “Antara merek A dan B yang diproduksi di pabrik Anda, mana yang kualitasnya lebih baik?”
“Merk A pak!”
“Kenapa?”
“Karena kalo merek B, saya lihat seringkali bahan bakunya dibiarkan terbuka, sehingga bisa TERKONTANA… TERKONTINIMA… TERKONAMANA… TERKON… TERKON…”
Sebagai interviewer yang menjunjung tinggi profesionalisme, gue berhasil mempertahankan agar wajah tetap lurus dan tenang, “Terkontaminasi, maksud Anda?” walaupun udah sakit perut nahan ketawa.
“Iya betul Pak, atau dengan kata lainnya, maap-maap, TENGIK, pak…”
Kalo mau ngebayangin kayak apa potongan si kandidat itu, bayangin alm. Gepeng, anggota Srimulat. Persis kaya gitu, mulai dari kurusnya, botaknya, sampe medoknya.
5. Jangan sok centil
Selama pekerjaan yang lo lamar nggak mensyaratkan faktor “kecentilan”, jangan centil. Contoh kasus: gue lagi mewawancara sejumlah cewe untuk mengisi posisi sekretaris. Kandidat yang satu ini dari awal wawancara emang udah bikin senewen karena posisi duduknya berubah-ubah saban 1 menit sekali kaya cacing kepanasan, dan banyak melakukan gerakan2 gak perlu seperti mengelus-elus rambut(-nya sendiri, tentu), megang2 anting, narik2 kerah, mainan bolpen sampe bolpennya nggelinding jatuh dan jatuhnya di sudut yang nyelip, muter2 cincin, mengibas2 rambut seperti iklan shampoo, pokoknya resek deh.
Gue lega banget waktu wawancara menjelang selesai. Sebagai prosedur standar, wawancara, gue tutup dengan “Ada yang ingin ditanyakan?”
Cewe itu senyum2, miring2in kepala, muter2 bola mata, terus dengan spektakulernya berkata, “nggg.. ada sih pak, tapi pertanyaannya pribadi nih, boleh minta nomer HP bapak nggak, biar saya tanya langsung aja nanti, after office hours, gitu?”
6. Jangan nggak menjawab pertanyaan yang seharusnya bisa dijawab
Biasanya yang suka begini nih para kandidat fresh-graduate; yang seringkali muncul di tempat wawancara tanpa persiapan mental yang matang.
“Saya baca di sini, Anda lulusan fakultas ekonomi ya…”
“iya pak…”
“Coba ceritakan, kenapa Anda tertarik untuk masuk fakultas ekonomi?”
“…(senyum-senyum doang)”
“…(nunggu sampai hitungan 15)”
“…(masih senyum-senyum)”
“(memutuskan untuk lanjut ke pertanyaan berikut)…”
beberapa saat kemudian…
“Anda juga pernah ikut kursus bahasa Inggris sampai level intermediate, ya?”
“betul pak”
“kenapa kok nggak dilanjutkan?”
“…(senyum-senyum lagi)” dan seterusnya.
Makanya biar impas, waktu terakhirnya dia nanya, “Pak, jadi kapan hasil wawancara ini keluar?”
Gue menjawab dengan senyum semanis madu.
Demikian beberapa poin yang perlu diperhatikan waktu wawancara. Jangan salah, poin2 ini mungkin bukan poin yang krusial dalam arti menentukan apakah elo akan diterima atau enggak. Tapi daripada interviewernya keburu bete liat elo dan akhirnya menimbulkan penilaian yang menjurus negatif, nggak ada salahnya diperhatikan, toh?
Gambar gue tilep dari sini.
septiady
/ 6 Oktober 2008thx for sharing bro ..
SukaSuka
zalirock
/ 11 Mei 2008waduh lumayan nih buat nambah tahu….soalnya gw sering gagal waktu interview…bTw…,cakep nih tampilan multiply nya…..!Thanks…!
SukaSuka
cipzy
/ 22 September 2007kita nyari pekerjaannya kan bukan nyari interviewernya, pendekatan gmn pun m interrviewernya klo tujuannya untuk dapt pekerjaan tersebut….basi bgt!!!gk profesional ajh… jualan jasa keterampilan ato jual diri????
SukaSuka
matiangin
/ 1 Juni 2005iya nih diantara kita2 ini sebagai kaum pekerja sudah biasa denger orang bilang:kalo nggak nyusahin namanya bukan orang hrd…*don’t kill the messenger ya gung… hehehehe*
SukaSuka
tianarief
/ 31 Mei 2005iya, seharusnya begitu. waktu itu, saking besarnya harapan utk bekerja, sampai memberi toleransi –untuk mengakhirkan melakukan ibadah wajib (astaghfirullah!)– berlebih bagi interviewer yang sudah “kurang ajar” itu. padahal, akhirnya gak diterima juga. bersyukur, waktu masuk gatra, tesnya “gak macem²” spt tadi (tes lengkap, prosedur standar utk reporter spt biasa), diterima, dg “menyisihkan” belasan kontestan (yang diperlukan cuma satu orang).
SukaSuka
tianarief
/ 31 Mei 2005bisa disebut begitu (dan satu²nya selama hampir sepuluh kali interview di tempat lain). dia sebenarnya ingin mendengar kelemahanku (berdasarkan pengakuanku) sebanyak-banyaknya. tapi aku tetap bergeming tak mau menyebutkannya. dia lalu menunjukkan hasil tesku, yang katanya, membuktikan bahwa kelemahanku ini, ini, ini (dengan perasaan puas). 😦
SukaSuka
imazahra
/ 31 Mei 2005Setuju banget Mas 😀
SukaSuka
iniaku
/ 31 Mei 2005contoh jawabannya spt apa Gung?
SukaSuka
landyok
/ 31 Mei 2005gue malah pernah ngerokok bareng psikoLOG-nya waktu diinterview:)
SukaSuka
mbot
/ 31 Mei 2005emang tipikal orang HRD tuh, galak dan nyebelin, hehehe…gue sendiri? hmmm… mudah2an enggak deh. 🙂
SukaSuka
mbot
/ 31 Mei 2005eh iya kelupaan. soal sholat, adalah hak penuh dari kandidat untuk minta waktu beribadah. kalo interviewernya menghalang2i, langsung walk-out aja mas. Nggak jadi keterima juga nggak papa lah, nggak akan berkah kerja di tempat yang nggak menghormati hak beribadah. sama halnya dengan perusahaan2 yang melarang karyawatinya berjilbab, sebenernya mereka telah melanggar hak asasi dengan menghalang2in hak seseorang untuk menjalankan perintah agama. untungnya udah nggak banyak kantor model gini, tapi kalo ada mending urungkan niat aja untuk kerja di sana.
SukaSuka
mbot
/ 31 Mei 2005kurang jelas, “seperti interogasi” yang dimaksud mas Tian di sini bagaimana, apakah si interviewer menanyakan hal2 yang nggak relevan dengan pekerjaan yang dilamar, atau cara bertanyanya yang nggak simpatik?dua-duanya menunjukkan si interviewer masih belum menguasai teknik interview yang baik dan benar, sekalipun udah senior. di tempat kerja sebelum ini, gue merasakan diinterview sama seorang interview yang menurut gue udah kategori ‘master’ banget. beliau mampu menggali informasi dari gue secara kritis, tanpa terkesan menyudutkan atau menginterogasi. sikapnya juga sangat profesional, dan gue merasa sangat dihargai sebagai kandidat. setelah interview selesai, gue inget2 lagi, gila, beliau berhasil menggali habis informasi tentang gue, tanpa gue merasa ‘ditelanjangi’.rasanya kayak murid ban putih abis ngelawan suhu Dan VII 🙂
SukaSuka
mbot
/ 31 Mei 2005itulah sikap interviewer yang menjunjung tinggi profesionalisme 🙂
SukaSuka
mbot
/ 31 Mei 2005bukannya males baca, tapi kadang gue menanyakan hal2 yang udah ada di cv sebagai pembukaan untuk pertanyaan selanjutnya. misalnya;”anda mulai kuliah di fakultas X universitas Y tahun sekian ya? lulusnya tahun…?”emang di cv udah ditulis, tapi setelah dia jawab, pertanyaan selanjutnya bisa salah satu dari pertanyaan2 di bawah ini:”cukup lama ya kuliahnya. ada hambatan apa?” …atau…”sedangkan anda baru mulai bekerja tahun sekian, berarti ada sekian tahun masa jeda. mengapa? apa kegiatan anda selama masa jeda tersebut?”
SukaSuka
mbot
/ 31 Mei 2005satu pertanyaan itu bisa menggali macem2 hal, tergantung jawaban dari kandidatnya. antara lain yang bisa digali misalnya:1. kalo dia sekarang udah kerja di perusahaan lain, kenapa ingin pindah? bosen, atau ada masalah lain? kalo ada masalh lain, apa penyebabnya, emang lingkungannya yang nggak kondusif, atau si kandidatnya ini yang trouble maker?2. bisa juga untuk mengukur perencanaannya. apakah si kandidat ini tipe orang yang senang merencanakan tindakannya, berpikir sebelum memutuskan, atau yang tipe impulsif?3. bisa juga untuk mengukur apa hal yang paling penting untuk memacu motivasinya. gaji lebih besar? fasilitas? status kepegawaian yang lebih pasti?4. apakah si kandidat tukang ngecap? gue paling suka ‘mengejar’ jawaban ngecap dari seorang kandidat, kepingin tau sampe seberapa jauh dia bisa mengarang kata2 indah secara koheren 🙂 biasanya setelah 2-3 kali tanya ditanya tentang hal yang sama, kalimat2 jawabannya akan mulai nggak nyambung satu dengan lainnya. misalnya:”saya tertarik dengan perusahaan ini karena menurut saya, perusahaan ini adalah perusahaan terbaik di bidangnya. saya lihat juga kesejahteraan karyawan sangat diperhatikan di sini, sehingga perusahaan ini menjadi pilihan utama orang2 yang bekerja di bidang ini…””oh, begitu ya? memangnya anda dapat informasi dari siapa tentang paket kesejahteraan yang berlaku di sini?””….” nah…doi bingung deh jawabnya 🙂
SukaSuka
mbot
/ 31 Mei 2005ya nggak gimana2, walaupun waktu itu gue lagi jomblo, masih cukup kuat iman lah untuk tidak memanfaatkan jabatan demi kepentingan pribadi 🙂
SukaSuka
mbot
/ 31 Mei 2005sebenernya untuk jadi interviewer nggak perlu lulusan psikologi lho. Memang lulusan psikologi dari bangku kuliah udah dibekali pelajaran teknik wawancara, jadi ‘dianggap’ lebih mudah untuk dilatih jadi interviewer. Tapi bukan berarti yang bukan berlatar belakang psikologi nggak bisa jadi interviewer. Buktinya sekarang banyak lembaga yang menawarkan paket training behavior interview yang terbuka untuk umum. Selain itu, fakultas2 seperti sosiologi dan anthropologi setahu gue juga membekali mahasiswanya dengan teknik wawancara, dalam konteks pengumpulan data kualitatif.
SukaSuka
srisariningdiyah
/ 31 Mei 2005huahahahah… huahahahah… huahahahah… huahahahah… huahahahah… huahahahah… huahahahah… huahahahah… huahahahah… huahahahah… huahahahah… huahahahah… huahahahah… adu loetjoe banget!!!!
SukaSuka